Belajar dari Gus Dur
foto: https://historead.co.id/historead-zuk-gus-dur/
KH. Abdurrahman Wahid yang lebih dikenal dengan Gus Dur memang telah wafat pada 2009 silam, namun pemikiran-pemikiran beliau tetap abadi untuk dipelajari oleh para pengikutnya. Telah banyak buku yang terbit tentang pandangan keislaman beliau. Demi melanggengkan pemikiran keislaman beliau, PMII Rayon Perjuangan Ibnu ‘Aqil UIN Malang menggelar bedah buku “Humanisme Gus Dur, Pergumulan Islam dan Kemanusiaan” pada Senin (2/9) malam.
Sang penulis, Syaiful Arif, yang hadir sendiri sebagai pemateri adalah salah satu santri Gus Dur di pesantren Ciganjur. “Buku ini pun lahir dari diskusi-diskusi masif terkait pemikiran-pemikiran beliau yang rutin digelar di pesantren”, kata alumnus UIN Jakarta ini.
Kemanusiaan yang diperjuangkan Gus Dur lahir dari pemuliaan Islam terhadap manusia. Memperjuangkan minoritas, menjunjung tinggi toleransi dan demokrasi, serta memperjuangkan harkat martabat manusia. Gerak implementatif beliau berangkat dari tiga hal; syura (demokrasi), ‘adalah (keadilan), musawah (persamaan). Ketiga tonggak inilah yang menjadi dasar pemikiran-pemikiran beliau yang mendunia. Bahkan peneliti Greg Barton asal Australia juga menulis tentang beliau.
“Di tengah maraknya Islam radikal akhir-akhir ini, pemikiran tentang Islam yang toleran dan rohmatan lil ‘alamin menjadi sangat relevan. Gus Dur dengan gerakannya mampu menjadi sosok intelektual yang dengan sangat cantik memainkan peran agama Islam tersebut,” kata pengajar di The Wahid Institute ini.
Memang, hidup Gus Dur hanya untuk memperjuangkan tugas kemanusiaan. Tugas kemanusiaan yang merupakan tugas ketuhanan yang bermakna bahwa memperjuangkan kemanusiaan adalah tugas dari Tuhan.
Malang, 02 September 2014
Komentar
Posting Komentar