Diskusi Gender bersama Prof.Dr. Musdah Mulia MA
Sosok wanita ini adalah sosok yang luar biasa. Jarang sekali perempuan yang mampu mencapai pucak karier sebagai akademisi yakni gelar professor. Saat ini beliau adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga direktur Megawati Institute, tempat dimana kami (mahasiswa UIN Malang) berada saat ini.
Mengawali diskusi Bunda (sapaan akrab beliau) menerangkan tentang Megawati Institute yang diwakili oleh asistennya. Megawati Institute didirikan pada tahun 2007 dengan tujuan untuk menggali dan menerjemahkan kembali pemikiran-pemikiran founding fathers negeri ini ke dalam aksi-aksi. Semisal, empat pilar kebangsaan, Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika…………..diterjemahkan dalam aksi nyata untuk merevitalisasikannya dalam masyarakat.
Isu-isu tentang kesetaraan gender mulai merebak pada tahun 1990. Namun, pada tahun 1985, telah berkumpul para pimpinan dunia di Mexico dalam rangka membahas problematika internasional. Salah satu yang dibahas adalah adanya ketimpangan gender yang menjadi akar permasalahan dunia tersebut.
Kata beliau bahwa banyak kalangan yang salah dalam mendeskripsikan gender. Tidak dapat dipungkiri seorang professorpun terksadang salah tafsir dan pengertian. Sudah banyak bukti yang mengungkapkannya. Menurut beliau, gender adalah kontruksi sosial yang ada dalam masyarakat. Penyataraan gender adalah bagaimana laki-laki dan perempuan mempunyai kontruksi sosial yang setara dalam masyarakat. Gender bukanlah masalah perempuan saja, namun masalah bersama yang harus dipecahkan. Bukan masalah kodrat dari Tuhan tapi masalah peran-peran sosial kemasyarakatan. Konsep-konsep gender meliputi nilai budaya yang tertransformasi, pola asuh dan system kehidupan.
Ketimpangan-ketimpangan yang dapat terjadi di masyarakat menurut Profesor perempuan ini adalah menganggap diri lebih superior dibanding yang lain (subordinasi), adanya diskriminasi dan marginalisasi, anggapan bahwa gender adalah masalah perempuan. Contoh nyata adalah adanya stereotype dalam masyarakat bahwa kerja perempuan adalah mulai terbitnya matahari sampai tenggelamnya mata suami. Adapula penilitian dari UGM tentang gender yang berakar pada pertanyaan ‘Mengapa tidak banyak perempuan yang mencapai puncak karier akademik?’.Jawabannya sangat mencengangkan bahwa mereka terganggu oleh urusan rumah tangga. Memang, budaya patriarkhi masig sangat mengakar kuat dalam urat nadi kehidupan masyarakat Indonesia.
Padahal, menurut beliau Islam itu sangat humanis. Tidak ada ayat yang mengatur bahwa seluruh pekerjaan rumah tangga dikerjakan oleh perempuan. Ekslorasi tenaga dan peran perempuan sangatlah dilarang. Seharusnya, antar anggota keluarga terjalin kerjasama yang solid. Semua anggota bergerak aktif, dinamis dan produktif.
Beliau juga menuturkan tentang pentingnya kesapahaman antara suami dan istri. Tugas-tugas yang ada mengenai rumah tangga haruslah dikawal secara bersama-sama. Berkenaan dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa laki-laki itu berkuasa terhadap perempuan. Seharusnya ada pengkajian ulang, apakah kata rijal dalam ayat tersebut dimaknai secara laki-laki atau siapapun saja entah permpuan atau laki-laki tapi mempunyai sifat rijal yang dalam bahasa arab berkara dari kata rijlun bisa diartikan mobile yang selalu bergerak aktif, dinamis dan produktif. Kata beliau dalam menafsirkan sesuatu haruslah ada konteksnya. Beliau juga menambahi bahwa banyak orang yang sering mengkrritik, kritik sana sini, padahal dia belum pernah membaca, mengkaji ataupun tahu permasalahan yang dikritisi.
Di akhir diskusi beliau mengutarakan 5 prinsip dalam membangun rumah tangga, yaitu miitsaaqon gholiidzoo (komitmen yang kuat), mawaddah wa rohmah (saling menyayangi dan mencintai), mu’asyaroh bil ma’ruf (saling bergaul dengan baik), al-musawah (persamaan) dan saling mengerti satu sama lain.
Di akhir beliau berpesan,”Kalau ingi tahu lebih lanjut tentang pokok-pokok pemikiran saya, bisa baca buku saya ‘Islam menggugat poligami’ terbitan Garmedia.
Alhamdulillah, diskusi dengan beliau memberikan pencerahan baru bagi kami pribadi dalam masalah gender.
Jakarta, 09-01-2014
Komentar
Posting Komentar