Novel “1Q84” Haruki Murakami
Secara keseluruhan, novel ini bergerak cukup lambat yang disebabkan disebabkan oleh penggambaran detail-detail yang jeli dan lanturan pikiran dari tokoh-tokohnya. Akan tetapi, novel ini lebih dari layak untuk diikuti adegan per adegannya karena kejutan-kejutan yang tak terduga hampir selalu muncul dari setiap bab.
Novel ini tidak terlepas dari novel 1984 karya George Orwell yang memunculkan tokoh “Bung Besar”. Sedangkan, dengan mengganti 1984 dengan 1Q84 (1Q48 dibaca 'ichi kyū hachi yon', sama seperti 1984, 9 juga dibaca 'kyū' di bahasa Jepang) Murakami memunculkan tokoh “Orang Kecil”. Novel ini berkisah tentang pertemuan kembali antara Aomame seorang pembunuh bayaran dengan teman masa kecilnya, Tengo, yang menulis ulang novel Kepompong Udara. Secara tidak langsung, keduanya terseret masuk ke dalam dunia 1Q84.
Terlalu banyak hal menarik untuk diulas dalam novel ini. Dalam review ini, saya hanya membincangkan beberapa.
Pertama, novel ini dibuka dengan adegan tak lazim yang menjadi daya tarik bagi pembaca. Seperti menjadi rukun novel-novel berkelas, novel ini dibuka dengan adegan unik yang menarik minat pembaca.
Novel ini dibuka dengan adegan seorang tokoh bernama Aomame dalam taksi yang terjebak macet di jalan tol. Karena Aomame sedang terburu-buru untuk membunuh seseorang, ia harus keluar taksi, berjalan melewati sela-sela mobil dan menuruni tangga di Jalan Tol Metropolitan untuk mencapai stasiun kereta terdekat. Tapi, adegan ‘keluar tol ini’ tak hanya tentang Aomame yang terburu-buru dikejar waktu untuk membunuh seseorang, tetapi ini adalah awal mula Aomame terseret masuk ke dunia 1Q84.
Kedua, sudut penceritaan yang unik. Cerita dibagi melalui sudut pandang tokoh-tokohnya terhadap suatu peristiwa. Pada awal dan tengah cerita, sudut pandangnya ada dua, yaitu berpusat pada tokoh Aomame dan Tengo. Namun, mendekati akhir cerita ada sudut pandang tokoh Ushikawa yang masuk dalam cerita. Model penceritaan seperti ini membuat setiap sudut pandang memiliki perspektif tersendiri dalam memandang sebuah peristiwa.
Setiap tokoh memiliki pandangan dan pikirannya sendiri. Maka, berdasar pikirannya, tokoh membangun asumsi, dugaan, imajinasi, dan bayangan dari sebuah peristiwa. Walhasil, banyak paragraf menuliskan lanturan-lanturan tentang asumsi-asumsi, dugaan-dugaan dan imajinasi-imajinasi tokoh tentang sebuah peristiwa.
Pikiran manusia tergambarkan sangat kuat dalam novel ini. Dengan kekuatan pikiran, sebuah peristiwa dapat diceritakan dari berbagai sudut dengan sangat panjang. Implikasinya, pembaca akan memahami keutuhan peristiwa dengan membangun pemahaman dari perbedaan sudut pandang dari tokoh-tokoh tersebut.
Ketiga, karakter tokoh-tokoh. Salah satu elemen terpenting dalam cerita adalah karakter. Pembaca akan tertarik dengan karakter yang menarik pula. Pada karakter-karakter tokoh inilah, novel Haruki Murakami sangat istimewa. Tokoh-tokohnya dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun mereka memiliki karakter-karakter unik dan kuat yang langka sehingga tokohnya menarik.
Tokoh-tokoh ‘jahat’ selalu digambarkan dengan narasi-narasi sebab-akibat yang menuntun pemahaman pembaca bahwa ‘kejahatan’ mereka dapat ‘dibenarkan’ atau nampak ‘lumrah’. Walhasil, pembaca akan bersimpati terhadap tokoh-tokoh ‘jahat’ ini sehingga mereka selalu menyimpan keingintahuan bagaimana kisah akhir para tokoh hingga halaman terakhir. Saya tidak akan mengulas tentang karakter baik-jahat yang dikotomis, karena seringkali dalam kehidupan, baik-jahat adalah wilayah abu-abu yang dinamis. Saya hanya menggarisbawahi bagaimana Murakami dengan sangat piawai membangun tokoh-tokoh menarik yang menjadi objek simpati pembaca.
Salah satunya adalah persekongkolan Komatsu (editor majalah sastra) dan Tengo (penulis dan calon novelis) untuk merombak dan menulis-ulang novel Kepompong Udara milik Fuka-Eri. Dengan gelegak ‘sesuatu’ yang muncul dari dalam hati Tengo dan Komatsu, atau sesuatu itu mungkin bisa disebut ‘gairah sastra’ untuk mewujudkan sebuah ‘karya besar’, keduanya bekerjasama untuk membuat Kepompong Udara dengan versi yang lebih baru dan lebih ‘sastrawi’ daripada versi awal novel tersebut. Tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai pembohongan publik, karena novel versi baru bukanlah murni karangan Fuka-Eri, tetapi telah bercampuraduk dengan tulisan ulang Tengo.
Kejahatan yang nampak ‘lumrah’ juga terlihat dari karakter Aomame yang membunuh laki-laki yang melakukan kekerasan seksual, seperti lelaki pebisnis minyak yang menganiaya istrinya, menantu Madam yang mengasari istrinya, dan Sang Pemimpin yang berhubungan dengan anak di bawah umur. Narasi dalam karya Haruki Murakami ini seakan-akan menggiring pembaca bahwa pembunuhan terhadap pelaku kekerasan seksual ‘dibenarkan’. Padahal, dalam kenyataan sehari-hari, tentu kekerasan seksual punya implikasi hukum tersendiri bagi pelakunya yang dilakukan oleh aparat hukum. Pembunuhan secara sepihak tentu dilarang oleh hukum. Tetapi, dengan cerdik, novel ini mewajarkan pembunuhan terhadap pelaku kekerasan seksual. Untuk itulah, pembaca perlu bersimpati pada tokoh Aomame.
Sekali lagi, kejahatan yang terasa ‘diwajarkan’ adalah tindakan Pemimpin yang berhubungan intim dengan gadis-gadis di bawah umur. Pemimpin berkata bahwa akibat kekuatan ‘luar biasa’ dalam tubuhnya, ia mampu ereksi dalam jangka waktu yang lama, tetapi ia tak merasakan kenikmatan saat berhubungan gadis-gadis. Pemimpin tahu ia ejakulasi, tapi tanpa kenikmatan. Di sisi lain, berhubungan intim dengan Pemimpin juga merupakan ibadah dalam sekte keagamaan mereka. Seks dengan Pemimpin adalah bentuk ketaatan agama. Akan tetapi, seks dengan gadis di bawah umur, bukankah tetap kejahatan dengan alasan apa pun? Tetapi, dalam novel ini, pembaca dibuat bersimpati dengan tokoh Pemimpin. Bahwa ia bersetubuh dengan gadis-gadis bukan atas keinginannya, tetapi perintah dan keadaan firman.
Dapat dikatakan bahwa hampir semua tokoh-tokoh dalam novel ini memiliki karakter unik yang memikat, seperti Fuka-Eri, Wanita Tua Kaya, Tamaru, Tamaki, ayah Tengo, Ushikawa dan lain-lainnya.
Keempat, teknik-teknik menulis yang digunakan dalam novel ini juga sangat kaya. Kaya akan detail, penuh metafora-metafora segar, penekanan dan eksegerasi ditulis pada saat yang tepat dan teknik menulis lanturan pikiran yang memukau.
Komentar
Posting Komentar