Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi: Dari Kekayaan Kuliner hingga Kisah Kerajaan
Indonesia dengan puluhan ribu pulaunya yang membentang dari Sabang sampai Merauke sangatlah kaya akan keragaman flora dan fauna dengan daratan yang menghijau dan lautan yang membiru. Negeri yang membentang di sepanjang garis khatulistiwa ini menyuguhkan jutaan nama satwa dan ribuan jenis tumbuhan yang hidup di darat maupun di laut. Keberlimpahan akan keduanya inilah juga berdampak terhadap aneka makanan yang tersaji di seantero negeri. Tak pelak, bangsa ini begitu digdaya dengan surga kulineryang macamnya tidak bisa dihitung. Bahkan, negeri ini mulai dijajah karena kekayaan kulinernya yang memukau.
Novel “Raden Mandasia, si Pencuri Daging Sapi” memotret kekayaan kuliner bangsa ini dengan bahasa yang begitu ciamik dan terasa lezat di lidah. Kisah novel ini bermula dari seorang putera raja bernama Raden Mandasia yang gemar mencuri dan memakan daging sapi. Ia begitu keranjingan memotong dan mencincang daging sapi dan melahapnya dengan aneka bumbu. Bahkan, untuk menceritakan bagaimana Raden Mandasia begitu terobsesi dengan daging sapi, Yusi Avianto mendeskripsikan dengan begitu detail hingga ke tekstur daging tentang kelezatan paha, tulang punggung,iga, rusuk, punuk, kepala, kaki, jeroan, dan kikil seekor sapi lengkap dengan bumbu-bumbu yang cocok di setiap potongan dagingnya. (hal. 19)
Kisah perjalanan Raden Mandasia dengan Sungu Lembu untuk membawa misi perdamaian membawa mereka berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya hingga mereka secara tidak langsung mencicipi aneka ragam makanan dimana mereka singgah.Sungu Lembu, seorang raden dari Banjaran Waru, dikisahkan mempunyai keistimewaan lidah yang sangat tajam. Dalam sekali cecap, ia akan mampu mengenali bumbu apa saja yang dipakai untuk memasak makanan tersebut. Ia bisa merasa dalam sesendok bumbu terdapat bawang merah, bawang putih, kencur, kemiri, kunyit, laos, cabai rawit, cabai merah besar, gula merah, terasi, jahe, daun salam, cengkih, merica putih, pala, ketumbar, kemiri, kulit jeruk purut dan menyan (p. 281). Tidak hanya bumbu makanan, Sungu juga mampu mengenali ragam racun yang singgah di ujung lidahnya.
Kelezatan makanan dan kekayaan kuliner dalam novel ini semakin menemukan momentumnya ketika seorang juru masak bernama Loki Tua mewarnai jalan cerita. Dengan filosofi bahwa apapun menjadi penting jika berkaitan dengan makanan menjadikannya juru masak semenjak umur tujuh tahun. Loki Tua yang berasal dari Kepulauan Rempah-Rempah mampu menyulap segala jenis binatang menjadi santapan yang menggiurkan. Ia pernah mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk belajar resep khas masakannya. Tak ayal, banyak pula juru masak yang sengaja datang ke kedainya untuk menimba ilmu bagaimana menyuguhkan makanan yang memanjakan lidah siapapun.
Kehidupan di seputar kerajaan, raja, permaisuri, rakyat menjadi roh jalan cerita dalam novel yang bersetting masa lampau ini. Kisah tentang Kerajaan Gilingwesi dengan Prabu Watugunung sebagai rajanya menjadi cerita yang begitu menarik untuk diikuti. Ayah dari Raden Mandasia ini menjadi pondasi bagi kedigdayaan dari Kerajaan Gilingwesi yang akhirnya tumbang oleh nafsu keserakahan untuk menguasai kerajaan lain. Intrik politik, seranngan pemberontakan, taktik peperangan, dunia kebangsawanan, kehidupan selir dan permaisuri mewarnai puzzle-puzzle cerita dalam novel ini. ilmu persilatan, olah pedang, ilmu kebatinan, ilmu persilatan yang diceritakan mendetail membuat kisah novel ini semakin menarik.
Tak ketinggalan pula disertakan pula cerita tentang dunia perjudian dan pelacuran. Adalah Nyai Manggis sebagai ratu dari jagat dunia pemuas nafsu. Nyai di rumah dadu ini merupakan penghubung cerita bagaimana Sungu Lembu bertemu dengan Raden Mandasia hingga mereka memutuskan untuk mengembara ke Gerbang Agung. Novel ini juga disertai umpatan-umpatan khas yang membuat pembaca akan terpingkal-pingkal. Tak heran, novel ini dikategorikan untuk pembaca dewasa.
Novel ini juga memberikan angin segar dengan narasi-narasi tentang kelihaian kemampuan penduduk masa lalu dalam mengarungi lautan dan membuat kapal-kapal agung. Yusi sangat piawai merangkai kata bagaimana sebuah kapal agung dibuat dan mulai berlayar di tengah lautan dengan ‘hanya’ menggunakan teknologi angin. Kisah ini juga dilengkapi dengan cara menghadapi badai, membaca rasi bintang, memasak masakan di tengah laut hingga menyusuri jalur perdagangan antar kerajaan di lautan.
Walaupun Yusi menamai novel ini sebagai sebuah dongeng namun nama-nama yang dipakai dalam novel ini menunjukkan sejarah masa lalu jagat nusantara dan hubungannya dengan negara-negara di sekitarnya. Beterbarannya nama seperti Kepulauan Rempah-Rempah, Pulau Padi, Kelapa, Pulau Dewata, Tanah Semenanjung, Jazirah Atas Angin, atau Kerajaan Atap Dunia, Yusi serasa mengisahkan salah satu episode sejarah kerajaan di nusantara ini. Bahkan, dalam akhir cerita ia sempat mau menamai catatan yang mengarah pada novel ini dengan judul Babad Tanah Jawa. So, kehadiran novel ini memberikan bahan bacaan baru untuk memahami kekayaan kuliner bangsa ini berikut dengan cerita khas kerajaan di masa lampau.
Judul : Raden Mandasia, si Pencuri Daging Sapi
Penulis : Yusi Avianto Pareanom
Penerbit : Banana
Cetakan : I, 2016
Tebal : 450 halaman
ISBN : 978-979-1079-52-5
Malang, 1 Desember 2016
Komentar
Posting Komentar