Steinbeck dan Kisah Lelucon yang Mencerahkan
Dalam novel ini, John Steinbeck sekali lagi menunjukkan kepiawaiannya dalam mengelola parodi dan humor tanpa meninggalkan tujuan utamanya sebagai sastrawan. Novel ini mengamini kaidah sastra dulce et etile yang berarti bahwa sastra itu menghibur dan bermanfaat. Kelucuan yang disajikan dalam novel ini bukan sekedar lelucon abal-abal yang tidak berguna, namun membawa misi hiburan (entertaining) dan memberikan harapan (giving a hope) di tengah suasana perang yang menghebat dan menakutkan.
Seperti ditegaskannya dalam pidato penganugerahan nobel sastra pada tahun 1962; penulis didelegasikan untuk menyatakan dan merayakan kemampuan manusia untuk kebesaran hati dan jiwa- karena kegilaan dalam kekalahan- untuk keberanian, kasih sayang dan cinta. Dalam perang tak berujung melawan kelemahan dan keputusasaan, ini adalah bendera harapan dan persaingan yang cerah. Ditengah kecamuk perang dan harapan hidup yang meredup, Steinbeck menyajikan novel ini sebagai wujud kepedulian sastra bahwa ia harus mencerahkan masyarakat dan membawa semangat zaman.
Cannery Row berkisah tentang cerita kehidupan dari sebuah jalan kecil di California yang penuh dengan ragam tingkah polah masyarakatnya. Dalam kalimat pertamanya, Steinbeck telah menegaskan bahwa Cannery Row adalah sebuah puisi, kebusukan, kebisingan yang menjengkelkan, cahaya, nada, kebiasaan, nostalgia dan mimpi. Sebuah ramuan kehidupan yang berisi karakter, kemanusiaan dan kebaikan yang seakan-akan mempertanyakan kembali apa itu kehidupan dan untuk apa kehidupan.
Lima bagian awal dalam novel ini, pembaca akan disuguhi dengan lanskap Cannery Row dan bangunan-bangunan yang menghuninya. Kisah-kisah dibangun di Toko Kelontong Lee Chong yang menyediakan kebutuhan apapun, Palace Flophouse yang dihuni oleh bocah-bocah pengganggu, Bear Flag Restaurant; rumah pelacuran milik Dora Flood dan Western Biological laboratorium milik Doc; tempat ahli biologi kelautan menjalankan riset-risetnya.
Melalui tempat-tempat inilah, Steinbeck meletakkan karakter unik tokoh-tokohnya. Lee Chong yang penuh kebajikan dan mudah percaya terhadap pelanggannya. Bocah-bocah penghuni Flophouse (Mack, Hazel, Eddie, Hughie, Jones) yang sebetulnya baik hati tapi cukup bodoh untuk mengekspresikan kebaikan mereka. Dora Flood, nyonya besar yang berderma dari rumah pelacurannya dan begitu dermawan membantu anak-anak kelaparan di Cannery Row. Adapula Doc, sumber filsafat, ilmu, dan seni, yang begitu bijak hingga setiap orang berhutang budi kepadanya. Karakter-karakter unik, saling silang antara kebaikan dan kejahatan, kebodohan dan kepintaran, kejujuran dan tipu daya, bercampur baur untuk menegaskan kembali bahwa manusia sering berubah-ubah dalam menjalani kehidupan.
Seperti halnya dalam novel Of Mice and Men (1937) yang memuat kisah tragis tentang keterasingan dan hubungan yang kompleks antara dua orang buruh migran. Ditegaskan pula dalam The Grapes of Wrath (1939) yang mencatat perpindahan dari keluarga yang tak mampu membayar hak milik rumah dan mengkritik kekejaman eksploitasi dari sistem ekonomi pertanian (agricultural economy). Steinbeck tetap dalam pola pengangkatan kehidupan buruh sebagai nafas karya sastranya. Dalam novel ini, Steinbeck mengangkat kehidupan kaum buruh marginal yang berjuang mengarungi kehidupan melalui tokoh-tokohnya. Lee Chong, Mack, Doc dan Dora adalah representasi kaum bawah yang terus bertahan dari sebuah sistem sosial ekonomi yang bergejolak karena perang.
Kisah dan konflik dalam novel ini bermula dari keinginan sederhana para bocah yang tinggal di Flophouse untuk membahagiakan Doc dengan menggelar sebuah pesta. Keinginan baik namun dibungkus dengan kecerobohan juga sedikit kebodohan malah menghancurkan pesta mereka sendiri dan memporakporandakan laboratorium Doc. Kegilaan yang nyaris sempurna untuk menggambarkan keteledoran yang dilakukan Mack dan kelompoknya ini.
Akhirnya, mereka bertekad untuk kembali menyajikan pesta bagi sahabat mereka, Doc, dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan mereka. Lewat perencanaan yang lebih matang, sekelompok anak muda ini juga turut mengajak seluruh penghuni Cannery Row untuk merayakan pesta ulang tahun bagi si ahli biologi yang baik hati. Kisahpun berakhir dengan pesta yang menggembirakan bagi seluruh warga Cannery Row. Kini, latar cerita dalam novel ini, Ocean View Avenue, berubah namanya menjadi Cannery Row sebagai bentuk penghormatan terhadap novel ini.
Steinbeck juga lihai menggambarkan mozaik pesisir dan kehidupan pinggir laut sebagai medan perburuan hewan yang dilakukan oleh Doc. Seorang ahli biologi yang menurut pengamat sesuai dengan sahabat Steinbeck, Edward F. Ricketts, seorang ahli biologi kelautan (marine biology) yang juga mempunyai laboratorium di Cannery Row.
Perpaduan antara nada dan tema, karakter unik yang mengesankan, dan kemampuan untuk memotret dan menyampaikan kondisi sosiologis sebuah tempat dalam suatu kurun waktu adalah kekuatan dari novel yang diterjemahkan oleh Eka Kuniawan ini. Parodi, humor dan lelucon yang digambarkan terasa dekat dengan para pembaca Indonesia hingga mengundang gelak tawa.
Walhasil, lewat novel ini, Steinbeck berhasil mengeksplorasi kondisi sosial sebuah periode dan menyajikan kisah-kisah lelucon yang mampu mencerahkan dan membahagiakan para pembacanya ditengah zaman perang yang muram dan menakutkan.
Judul : Cannery Row
Penerbit :
Penerbit Bentang
Penulis :
John Steinbeck
Penerjemah : Eka Kurniawan
Cetakan : Juli 2017ISBN : 978-602-291-407-5
Halaman : 235 halaman
Malang, 11 November 2017
Komentar
Posting Komentar