Manajemen Kesenian di Era Digital

 

*Notulensi moderator dalam acara pembinaan seni budaya oleh Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo.

 


Pada Rabu, 16 Maret 2022, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Sidoarjo menyelenggarakan Pembinaan Seni Budaya di Masyarakat dengan tema “Pengelolaan Manajemen Kesenian di Era Digital” di aula Dispendikbud Sidoarjo. Pembinaan ini mendatangkan pemateri dari unsur legislatif, akademisi, dan praktisi kesenian. Sesi pertama menghadirkan dua anggota DPRD Sidoarjo.

Bangun Winarso dari DPRD Sidoarjo menjelaskan tentang upaya-upaya legislatif dalam melestarikan budaya. Misalnya, pembentukan peraturan daerah (perda) Cagar Budaya yang sedang digodok agar kelak nantinya terdapat alokasi anggaran daerah bagi perawatan dan pelestarian cagar budaya. Ia menambahkan  agar masyarakat atau komunitas untuk mendaftar menjadi TACB (Tim Ahli Cagar Budaya) demi pendaftaran benda atau bangunan cagar budaya dalam registrasi nasional. Karena selama ini, Sidoarjo hanya memiliki Candi Pari yang terdaftar secara nasional. Sidoarjo juga harus ‘menyewa’ TACB dari Provinsi untuk mendaftarkan benda atau bangunan cagar budayanya.

Legislator dari Komisi D ini berpendapat bahwa seni dan budaya dapat memberikan kontribusi terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Penyetaraan Gender pada sebuah daerah. Ia mendorong pelaku seni dan komunitas bergerak bersama pemerintah dalam mendongkrak IPM Kabupaten Sidoarjo.

Pemateri kedua, Aditya Windyatman dari DPRD Sidoarjo, memberikan materi tentang upaya-upaya pelestarian budaya di Sidoarjo. Sebagai legislator di badan anggaran, ia menyampaikan bahwa memang selama ini seni budaya belum mendapatkan prioritas dan perhatian sepenuhnya. Ia menjelaskan langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam upaya pemajuan budaya. Di antaranya adalah pendataan seni budaya dan adat istiadat yang berasal dan/atau masih hidup di lingkungan masyarakat Sidoarjo; memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan pelestarian warisan budaya dan adat istiadat Sidoarjo; melakukan sinergi dengan masyarakat dan dunia usaha dalam upaya pengelolaan seni budaya daerah; merumuskan dan menetapkan kebijakan serta strategi pelestarian warisan seni budaya; menetapkan kawasan warisan budaya (Perda Cagar Budaya).

Pak Adit juga menjelaskan tentang hal-hal yang dapat dilakukan pemerintah seperti fasilitasi pendaftaran atas hak kekayaan intelektual nilai-nilai budaya daerah; mengembangkan data dan informasi pelestarian kebudayaan seperti jenis kesenian, kesejarahan, permuseuman, kebahasaan dan kesusastraan, nilai-nilai tradisi; fasilitasi perlindungan karya seni tradisional dan/atau karya seni budaya yang belum diketahui penciptanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; fasilitasi pendaftaran atas hak kekayaan intelektual atas karya seni tradisional dan/atau karya seni budaya; upaya untuk terus melakukan pelestarian kesenian pada kesenian tradisional, kesenian yang dianggap hampir punah atau langka yang memiliki ciri khas daerah, kesenian kontemporer dan kreasi baru yang selaras dengan nilai budaya daerah; menginventarisir dan menghimpun naskah kuno yang dimiliki masyarakat di Sidoarjo maupun di luar Sidoarjo; mereproduksi naskah kuno yang berhubungan dengan Sidoarjo.

Sesi pertama ini disambut dengan antusias dari para peserta. Para pelaku seni menyampaikan aspirasi-aspirasi mereka kepada anggota dewan tentang masalah kesenian yang dihantam pandemi selama dua tahun. PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia) Sidoarjo, misalnya, menyampaikan tentang minimnya dukungan pemerintah terhadap potensi muda Sidoarjo yang berlaga di ajang kompetisi dangdut nasional di televisi seperti KDI dan lain sebagainya. Komunitas BrangWetan juga menyampaikan tentang kebutuhan akan gedung kesenian yang representif di Sidoarjo. Ia juga mendorong agar pendataan hak kekayaan intelektual atas karya-karya budaya kembali digiatkan dan digalakkan.

Pada sesi kedua, giliran para akademisi dan praktisi seni yang berbicara. Dr. Autar Abdillah, M.Si, dosen UNESA, menjelaskan tentang landasan-landasan filosofis, teoritis dan praktis tentang seni di masa digital: bagaimana ruang-ruang kesenian beralih ke arah-arah ruang digital.

Drs.Arif Rofiq, M.Si mengutarakan tentang manajemen organisasi kesenian seperti sanggar, komunitas atau paguyuban seni, dengan menggabungkan manajemen tradisional dan modern. Ia juga mengusulkan agar organisasi seni menggunakan SWOT demi kebertahanan organisasi. Sanggar seni diharapkan dapat melihat peluang dan konsekuensinya pada zaman sekarang ini seperti ruang-ruang digital dan mencipta ruang-ruang baru. Sementara itu, pemateri terakhir, Enny Puri Rahayu, dosen Unipa Surabaya dan Ketua PAMMI Jatim, menjelaskan tentang bagaimana meningkatkan personality dan performance dari para seniman di era digital.

 

                                                                                       Sidoarjo, 17 Maret 2022

Komentar

Postingan Populer