Permainan Tradisional dalam Narasi Puisi
Manusia adalah makhluk bermain.
Memasuki dunia permainan kita akan terhanyut pada kenangan dunia anak-anak. Anak kecil sangat identik dengan permainan walaupun banyak pula orang dewasa yang masi hbermain di tengah segala beban dan tuntutan. Maka, kita sering mendengar ungkapan “masa kecil kurang bahagia” bagi orang-orang dewasa yang masih menyelami dunia permainan.
Karena setiap manusia pada dasarnya membutuhkan permainan sebagai wadah untuk menumpahkan keceriaan dan kebahagiaan. Dengan bermain, kita akan menjadi ceria dan berbahagia.
Permainan entah yang dimainkan anak-anak atau orang dewasa sangat berkaitan dengan tradisi. Jenis-jenis permainan akan selalu berkaitan dengan tradisi yang melatarbelakangi kemunculannya. Suku, budaya, iklim, bahasa, letak geografis,teknologi bahkan agama akan mempengaruhi dunia permainan. Laut dan pesisir akan membawa anak-anak untuk menggandrungi renang dan memancing ikan. Suara-suara terompet cenderung lebih dekat dengan pemeluk kristiani dan nasrani dalam merayakan natal atau tahun baru. Lagu-lagu berbahasa daerah akan mengiringi suara dan bebunyian di mana sebuah permainan dilakukan. Anak-anak zaman sekarang yang tinggal di daerah perkotaan lebih akrab dengan game-game di gadget daripada bermain petak umpet di bawah sinar bulan purnama. Sekali lagi, permainan akan melebur dalam tradisi dan kedua-keduanya akan membuat dunia menjadi lebih indah.
F. Aziz Manna, melalui buku kumpulan puisi “Playon” mengajak pembaca untuk menyelami dunia permainan, secara spesifik di provinsi JawaTimur yang berlatar belakang bahasa dan budaya Jawa. Beberapa puisi yang terkumpul dalam di buku tersebut sedikit banyak menggambarkan jenis-jenis permainan dan tata cara memainkannya. Dengan menelusuri setiap bait demi bait pembaca akan terseret menuju kenangan akan permainan yang begitu mengasyikkan. Dalam sajak “Lompat Tali” misalnya, kita akan dibawa menuju detail-detail tingkah laku permainan dan keseruan bagaimana menyelesaikan permainan.
Sejak kecil ia telah belajar bermaian lompat tali. //sedengkul, sepinggang, sepundak hingga//sekilan di atas kepala. Ia jadug. Bahkan melepas kaki dari//lilitan. Tapi hidup (yang kata orang panggung//sandiwara) tak sepenuhnya menerima hanya//kejadugan. Mainkan mainkan, teriak//orang-orang.//siasat yang ia pahami sebagai semangat//bermain tanpa kesalahan dan pelanggaran//harus juga dimainkan.
Komposisi sajak dalam buku ini disusun sesuai dengan perkembangan zaman sebuah permainan. Jenis permainan yang tergambar dalam puisi melintasi satu era ke era yang lain, dari permainan tradisional pedesaan hingga permainan modernitas perkotaan. Bagian pertama dan kedua sarat dengan budaya tradisional Jawa Timur sedangkan bagian ketiga dan keempat lebih banyak mengeksplorasi budaya modern khas kaum urban. Hal ini mencerminkan tentang jenis-jenis permainan yang masih terus dilestarikan, yang mengalami perubahan, atau sudah terindas oleh kemajuan zaman.
Kosakata bahasa jawa sangat banyak bertaburan dalam setiap jengkal kumpulan puisi ini. Bahkan, hampir semua judul puisinya menggunakan bahasa jawa. Judul-judul puisi semacam “Jumpritan”, “Ngupil”, “Contong Bolong”, “Petak Umpet”, “Dadu”, “Kekean”, “Pawon”, “Layangan”, “Playon”, “Sinau”, “Pasaran”, atau “Remian” menunjukkan bahwa kumpulan puisi ini sangat bertipikal ke-Jawa-an. Implikasinya adalah bahwa pembaca yang tak mengenal bahasa dan budaya Jawa akan kesulitan dalam hal pembacaan dan penghayatan sajak-sajaknya. Namun di sisi lain, kehadiran bahasa Jawa ini akan memperkaya khazanah kosakata bahasa Indonesia yang sering menyerap bahasa daerah. Bukankah banyak kosakata baru dari bahasa Indonesia yang lahir melalui rahim sajak-sajak para penyair?
Melestarikan permainan tradisional
Buku kumpulan puisi penyair asal Sidoarjo ini terasa istimewa karena sekurang-kurangnya tiga hal. Pertama, sajak-sajaknya yang kental akan tradisi permainan sebagai upaya resistensi terhadap gempuran permainan teknologi digital yang kini mulai melanda anak-anak. Buku ini dapat dijadikan dokumentasi dan bahan acuan untuk kembali melestarikan permainan-permaianan tradisional. Karena kebanyakan permainan tradisional dilakukan turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang rawan terlupakan dan sedikit yang terekam dengan tulisan atau audio-visual. Kemunculan buku puisi ini dapat menjadi alternatif dalam gerakan pelestarian permainan tradisional melalui karya sastra.
Kedua, larik-larik puisinya menimbulkan suasana riang dan keceriaan yang khas akan permainan anak-anak. Kejujuran, keluguan sekaligus kebahagiaan yang memancar serempak dari gerak-gerik olah permainan. Sajak-sajaknya akan membawa kita terhanyut dalam keasyikan bermain-main dengan hal-hal kecil di sekitar kita. Seperti dalam sajak berjudul “Kitiran” (Baling-baling) ini.
//setangkai daun singkong terselip di jarite-//lunjuk. Kuputar serupa baling-baling pesawat//terbang. Aku terbang. Kuajak pikiran menjauhi//kampung karam. Kakiku sepasang angin.//memantuli daun-daun, awan, dan cabang-cabang//cahaya. Tak ada lagi bujuk rayu dan omong//kosongmu. Hanya desis dan kicau burung di //kupingku, seluruh rindu dan kenanganku-//titipkan kemendung tebal. kelak, bersama//sulur-sulur hujan aku hadir sebagai peziarah.
Namun, keceriaan yang terpotret dalam kumpulan puisi ini tidak terkungkung oleh batasan norma sosial atau agama. Puisi berjudul “dadu” semisal, hanya mengeksplorasi bagaimana dadu dipermainkan, bukan pada boleh tidaknya permainan dadu dalam pandangan agama. Sajak berjudul “nyethe” dan “ngupil” juga seirama, tidak mempermasalahkan apakah kebiasaan nyethe dan ngupil yang menghabiskan waktu untuk hal-hal tidak bermanfaat melanggar norma sosial atau tidak. Hal ini meneguhkan pandangan bahwa permainan adalah soal keceriaan dan kebahagiaan.
Ketiga, bahasa yang mengalir indah dan diksi-diksi yang memukau menunjukkan kelihaian Aziz Manna dalam mengolah dan mengotak-atik kata-kata dalam rangkaian yang puitis. Penghargaan sebagai kumpulan puisi terbaik Dewan Kesenian Jawa Timur 2015 dan pemenang Khatulistiwa Literary Award 2016 kategori puisi adalah ganjaran setimpal. Hal ini semakin memperteguh bahwa buku ini sangat layak untuk menjadi referensi menyelami budaya khas Jawa Timur melalui permainan tradisional yang terpotret dalam bentuk puisi.
Komentar
Posting Komentar