MENYOAL BUKU KEGIATAN RAMADAN
Bulan Ramadan selalu menyajikan pengalaman-pengalaman keagamaan yang menarik bagi umat muslim. Salah satu pengalaman tersebut, saya yakin mayoritas dari kita, terutama anak-anak sekolah pasti pernah mengenyamnya. Tradisi ini terlihat sangat sederhana dan sepele, namun banyak dari kita tidak menyadari signifikansi dari pengalaman ini.
Semua bermula saat saya menjadi imam tarawih di masjid desa. Selepas witir, zikir dan pembacaan niat puasa secara bersama-sama, segerombolan anak mendatangi saya sambil membawa buku dan bolpoin. Mereka melingkari saya dan kemudian meminta tanda tangan imam tarawih untuk mengisi jurnal kegiatan mereka di buku yang disebut Buku Kegiatan Ramadan. Ya, Buku Kegiatan Ramadan.
Saya terhentak. Menandatangani kolom-kolom di buku tersebut, ingatan saya meloncat pada masa kanak-kanak dan remaja saya. Saya yakin hampir semua anak pada usia sekolah, baik sekolah di madrasah ataupun sekolah umum, pasti pernah memiliki Buku Kegiatan Ramadan. Saking masifnya, Buku Kegiatan Ramadan lebih dari layak untuk dinobatkan sebagai buku kedua terbanyak yang pernah dimiliki anak-anak setelah buku Iqra’ yang legendaris itu.
Buku Kegiatan Ramadan ini telah menjadi tradisi bagi anak-anak sekolah pada bulan Ramadan. Mayoritas anak-anak sekolah (dan madrasah) pasti memiliki pengalaman dengan Buku Kegiatan Ramadan karena buku tersebut seringkali diharuskan menjadi pegangan bagi siswa.
Dan saya berpikir: seberapa penting kehadiran buku tersebut? mengapa buku tersebut selama bertahun-tahun selalu ada? (Setidaknya selama dua puluh terakhir, saya masih menemukan tradisi Buku Kegiatan Ramadan di beberapa kota di Jawa Timur.)
Umumnya, buku tersebut berisi dua hal. Pertama, tentang panduan puasa bagi seorang muslim seperti niat puasa, tata cara berpuasa, hal-hal yang membatalkan puasa, hal-hal sunnah di bulan puasa dan ayat-ayat puasa. Kedua, buku ini berisi kolom-kolom kegiatan (biasanya berjumlah 30) di bulan puasa seperti tadarus, taraweh, dan kultum (kuliah tujuh menit). Pemilik buku diharuskan untuk mengisi kolom-kolom tersebut berdasarkan kegiatan keseharian mereka di Bulan Ramadan. Misal, tentang tarawih, ada kolom hari ke berapa, siapa imam tarawihnya dan kolom tanda tangan imam tarawih.
Dalam sebuah website Kementrian Agama, dijelaskan bahwa tujuan Buku Kegiatan Ramadan ini adalah memotivasi atau meningkatkan semangat anak-anak untuk menjalankan ibadah puasa, membiasakan anak-anak untuk berbuat jujur, melatih anak-anak untuk terbiasa beribadah sehingga mereka bisa tetap rajin selepas bulan Ramadan, meningkatkan rasa tanggung jawab anak-anak terhadap Allah SWT, sebagai sarana evaluasi sehingga anak-anak bisa meningkatkan kualitas ibadahnya di kemudian hari.
Namun, apakah buku tersebut selama ini benar-benar diposisikan berdasarkan tujuan mulia nan agung seperti di atas? Di situ masalahnya.
Dengan penuh harap bahwa buku ini memang berdampak bagi kehidupan kegamaan anak-anak, saya mencoba mencari hasil-hasil penelitian di google tentang signifikansi buku ini. Saya membayangkan akan mendapatkan data-data yang menarik. Misalnya, Peran Buku Kegiatan Ramadan terhadap Tingkat Keramaian Masjid, Signifikansi Buku Kegiatan Ramadan dalam Peningkatan Ketaqwaan, Oplah Profit Buku Kegiatan Ramadan pada tahun 2022 atau Prosentase Kejujuran Siswa dalam Pengisian Buku Kegiatan Ramadan. Tetapi, harapan saya pupus.
Karena setelah Ramadan, lazimnya tidak ada evaluasi atas absensi kehadiran atau keterisian buku ini. Tidak ada pula tolak ukur untuk menarik kesimpulan atas keberhasilan kehadiran Buku Kegiatan Ramadan bagi keagamaan siswa. Kita tidak pernah tahu dampak dari Buku Kegiatan Ramadan ini.
Kita tidak pernah tahu seberapa dalam Buku Kegiatan Ramadan dikenang oleh para siswa. Mungkin salah seorang dari mereka bercita-cita menjadi seorang kiai setelah mencatat kultum luar biasa. Mungkin pula kedisiplinan beribadah mereka semakin terasah berkat buku tersebut. Dan kemungkinan-kemungkinan positif lainnya yang dapat kita bayangkan.
Tapi, dari semua capaian-capain itu, Buku Kegiatan Ramadan pasti telah menghadirkan kenangan dan keceriaan keagamaan bagi anak-anak. Pengalaman menenteng buku ke masjid atau mushola, mengisi kolom demi kolom dan meminta tanda tangan adalah pengalaman yang pasti mengisi sebagian kecil dari isi kepala anak-anak tentang Ramadan. Buku Kegiatan Ramadan telah menjadi tradisi bagi anak-anak di bulan Ramadan.
Namun, pernahkah otoritas pemerintah seperti Kementrian Agama mengkaji ulang kehadiran Buku Kegiatan Ramadan? Sudahkah guru-guru agama di sekolah dan madrasah benar-benar menempatkan buku tersebut sesuai dengan tujuan dan fungsinya? Sudahkah kita sebagai orangtua tidak hanya berteriak “jangan lupa bawa buku dan bolpoin!” ketika mengajak anak-anak tarawih?
Sebagai tradisi, Buku Kegiatan Ramadan telah mewarnai kehidupan keagamaan anak-anak selama Bulan Ramadan. Tapi, buku ini berada di antara ada dan tiada. Ia ada karena selalu dibagikan kepada siswa, tetapi ia tiada karena tidak ada penilaian dan evaluasi atas isi dari buku ini.
Seperti yang selama ini terjadi, kita tentu tidak menginginkan Buku Kegiatan Ramadan hanya berakhir di tukang loak atau alas gorengan atau bungkus cabe. Atau Buku Kegiatan Ramadan hanya dicetak untuk membuat pegal tangan-tangan imam tarawih yang harus menandatanginya. Tentu saja tidak.
Komentar
Posting Komentar