Petuah Anak Wayang

 

 

Wayang salah satu warisan budaya Indonesia yang menjadi saksi tingginya kebudayaan nenek moyang di masa lampau. Wayang juga menjadi media pelestari nilai moral dan kearifan lokal yang dianut masyarakat pada zamannya. Spirit untuk menyemai kembali kearifan lokal itulah yang digaungkan lewat pementasan wayang di UIN Maliki Malang, Minggu (3/11/2013) silam.

 

Dihajat oleh dewan eksekutif mahasiswa Fakultas Humaniora UIN Maliki Malang, pementasan bertema Menyelamatkan Kekayaan Lokal dan Nasional dalam Kancah Budaya Global. Pementasan tersebut dalam rangkaian Festival Budaya 2013 yang rutin digelar setiap tahun.

Menampilkan Ki Ardi, dalang muda dari Sanggar Sapu Jagat sebagai dalang utama, dalang sukses menghidupkan suasana riuh dan ramai yang terdengar seantero kampus. Diringi suara gamelan yang bertalu-talu dan sinden cantik bersuara emas, Ki Ardi memainkan wayang dengan lihai lewat lakon Patih Sekipu yang berusaha melamar bidadari dari Suralaya.

 

Banyak sekali kritik sosial dan kearifan lokal yang diselipkan Ki Ardi dalam ceritanya. Di antaranya adalah dalam hidup kita harus berprinsip jer basuki mawa beya yang bisa diartikan, bahwa manusia itu menyenangi sesuatu yang serba enak dan nyaman. Untuk mendapatkan itu semua, harus melalui tantangan, ujian, dan kesulitan.

 

Ki dalang juga mengaitkan ceritanya dengan isu-isu aktual seperti korupsi yang melanda negeri ini. Korupsi sudah mewabah di bumi pertiwi ini, demi memenuhi nafsu dan ambisi pribadi. Karenanya, janganlah para elite negeri ini memakai istilah rawe-rawe rantas malang-malang putung, yang secara harfiah berarti segala sesuatu yang merintangi maksud dan tujuan harus disingkirkan. Sebagai wakil rakyat, mereka seharusnya memenuhi aspirasi rakyat dan mempertanggungjawabkan amanat yang diembannya. Bukan malah sak karepe dhewe, papar Ki dalang Ardi.

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Petuah Anak Wayang, https://surabaya.tribunnews.com/2013/11/05/petuah-anak-wayang.

 

Malang, 5 November 2013